AGAMA SEBAGAI MOTIVATOR TINDAKAN SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang agama
memang sangat luas cakupanya memerlukan suatu sikap ekstra hati-hati, karena
meskipun masalah agama merupakan masalah sosial, tetapi penghayatanya amat
bersifat individual. Apa yang dihayati dan dipahami sebagai agama oleh seorang,
akan tergantung dari latar belakang dan kepribadiaan seseorang tersebut. Hal
ini akan memacu adanya suatu perbedaan titik tekan penghayataan dari satu orang
kepada orang lain, dan membuat agama menjadi bagian yang sangat mendalam dari
kepribadiaan atau privasi seseorang. Oleh karena itu agama menjadi faktor utama
dan bersangkutan dengan kepekaan emosional. Meskipun demikian masih ada
kemungkinan untuk membicarakan agama sebagai suatu yang objektif dan umum.
Tetapi diharapkan adanya keseragaman penganut agama, meskipun realita yang ada
sangat sulit sekali.
Untuk itu perlu adanya
kajian tentang agama secara sepesifik lagi. Ada berbagai devinisi agama yang adanya
pemahaman yang berbeda secara individual. Para
ilmuan barat diantaranya mengajukan pendapat berbeda beda diantaranya sebagai
berikut.
1. Wallace
mengatakan bahwa agama adalah”Suatu kepercayaan tentang makna terahir alam
raya.”
2. E.S.P. Haynes yang berpendapat bahwa agama
merupakan “Suatu teori tentang hubungan manusia dengan alam raya.”
3. John Morley yang mengartikan agama sebagai
“Perasaan –perasaan kita tentang kekuatan –kekuatan tertinggi yang menguasai
umat manusia.”
4. James
Martineau yang mendefinisikan agama sebagai “kepercayan tentang Tuhan yang abadi,
yaitu tentang jiwa dan kemauan ilahi yang mengatur alam raya dan berpegang pada
hubungan –hubungan moral dengan umat manusia.”
Dari definisi-definisi para
ilmuan diatas, ternyata pemahaman keberagaman seseorang melatar belakangi
dibuatnya definisi tersebut. Seorang ilmuaan sosial Julian Huxley mencoba
memperjelas makna agama. Dalam pandangannya realitas keagamaan yang esensial,
berupa pengalaman khusus yang berusaha menyatakan dirinya dalam simbol-simbol
dan mencari pernyataaan intelektualnya dalam ilmu kalam atau teologi adalah rasa kesucian. Rasa kesuciaan itu
sendiri setidaknya erat dengan rasa kebaikan, kebenaran, keadilan, kemuliaan
yang serba tinggi. Adanya kesuciaan pada jiwa manusia secara alamiah atau fitrah
telah membuat manusia menjadi apa yang disebut hanif dalam agama islam. Jadi
secara singkat agama adalah perwujudan sifat hanif manusia yang telah tertanam
dalam jiwa manusia. Oleh karena itu, beragama adalah natural, dan merupakan
kebutuhan manusia secara esensi.
Perlu digaris bawahi peran
agama dalam kehidupan manusia modern atau primitif sekalipun hakikatnya tidak
ada perbedaan, yakni memenuhi kecenderungan alamiahnya. yaitu ekspresi dan rasa
kesuciaan. Ada
sedikit perbedaan mungkin muncul bagi masyarakat moderen, yang beranggapan
bahwa kesuciaan itu terletak dalam daerah mental, spiritual, atau rohani. Dalam
kehidupan modern, memang terjadi kecenderungan untuk untuk mencoba merendahkan
arti kehidupan material, sehingga kadang campur aduk antara kehidupan rohani
dan kehidupan material. Ini terwujud dalam sikap-sikap yang mengingkari
kehidupan duniawi, menempuh hidup uzlah dan menyelami hidup mistik semata. Dua
munculnya sikap yang menuntut adanya pembenaran langsung segi-segi kehidupan
material dalam ukuran-ukuran formal agama bagi penganut agama memang dalam
kehidupan harus mendapatkan pembenaran dari agamanya, tetapi tidak mesti dan
selalu secara langsung, justru kebanyakan bersifat tidak langsung.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah pengertian tindakan sosial dan berapa tipe-tipe dari tindakan
sosial?
2.
Bagaimana analisis dari agama sebagai motivator tindakan sosial?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan tipe tindakan sosial
Manusia sebagai makhluk
sosial, selalu berhubungan dengan orang lain. Oleh karena berhubungan dengan
orang lain, maka tingkah laku manusia dipengaruhi oleh orang lain. Pengaruh itu
bisa berasal dari keluarga, teman, dan masyarakat di lingkungan kita. Oleh
karena itu tingkah laku atau tindakan manusia tersebut disebut tindakan sosial.
Tindakan sosial adalah
perbuatan atau perilaku manusia untuk mencapai tujuan subjekif dirinya.
Misalnya: sejak kecil manusia sudah melakukan tindakan sosial, antara lain
membagi makanan dengan temannya, dan memberi sesuatu kepada pengemis. Tindakan
sosial manusia diperoleh melalui proses belajar dan proses pengalaman dari
orang lain.
Jika tindakan sosial itu
dianggap baik, maka manusia akan melakukan tindakan yang sama. Jika tindakan
sosial itu baik dan bermanfaat bagi orang lain, makin lama tindakan sosial
tersebut dapat dianggap sebagai suatu kebisaaan yang harus dilakukan oleh
seluruh anggota kelompok sosial. Pada dasarnya tindakan sosial dapat dibedakan
menjadi empat tipe. Keempat tipe tindakan itu diuraikan seperti berikut.
1.
Bersifat Rasional (Instrumental)
Tindakan sosial yang
bersifat rasional adalah tindakan sosial yang dilakukan dengan pertimbangan dan
pilihan secara sadar (masuk akal). Artinya tindakan sosial itu sudah
dipertimbangkan masak-masak tujuan dan cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan tersebut. Contohnya: Ari memutuskan bekerja dari pada memilih
melanjutkan kuliah setelah lulus SMA. Alasannya karena Ari ingin segera dapat
membantu orang tua dan membiayai sekolah adik-adiknya. Setelah mengambil
keputusan bekerja, maka Ari membuat lamaran kerja ke semua perusahaan yang
membuka lowongan kerja sesuai kualifikasi pendidikan yang dimilikinya.
2.
Berorientasi Nilai
Tindakan sosial yang
berorientasi nilai dilakukan dengan memperhitungkan manfaat, sedangkan tujuan
yang ingin dicapai tidak terlalu dipertimbangkan.Tindakan ini menyangkut
kriteria baik dan benar menurut penilaian masyarakat. Bagi tindakan sosial ini
yang penting adalah kesesuaian tindakan dengan nilai-nilai dasar yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat. Contohnya: tidak pernah mempersoalkan mengapa kita
harus makan dan minum dengan tangan kanan. Tindakan tersebut kita lakukan
karena pandangan masyarakat yang menekankan kalau makan dan minum dengan tangan
kanan lebih sopan dari pada dengan tangan kiri.
3.
Tradisional
Tindakan sosial tradisional
adalah tindakan sosial yang menggunakan pertimbangan kondisi kebisaaan yang
telah baku dan
ada di masyarakat. Oleh karena itu, tindakan ini cenderung dilakukan tanpa
suatu rencana terlebih dahulu, baik tujuan maupun caranya, karena pada dasarnya
mengulang dari yang sudah dilakukan. Contohnya: upacara-upacara adat yang
berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
Kegiatan tersebut dilakukan mengikuti kebiasaan yang telah turun-temurun.
4. Afektif
Tindakan sosial afektif
adalah tindakan sosial yang sebagian besar tindakannya dikuasai oleh perasaan
(afektif) ataupun emosi, tanpa melakukan pertimbangan yang matang. Perasaan
marah, cinta, sedih, gembira muncul begitu saja sebagai reaksi spontan terhadap
situasi tertentu. Oleh sebab itu tindakan sosial itu bisa digolongkan menjadi
tindakan yang irasional. Contohnya: seorang wanita menangis begitu mendengar
cerita sedih. Tindakan tersebut merupakan ungkapan-ungkapan langsung tanpa
mempertimbangkan terlebih dahulu alasan tujuannya.
B. Analisis Terhadap Agama Sebagai
Motivator Tindakan Sosial.
Dalam bab ini menganalisis
agama sebagai motifator tindakan manusia (sosial), berarti mengulas kembali
pada adanya perbedaan pemahaman dan penghayatan seseoarang. Oleh karena itu
sering kali terdapat dilema, sampai sampai agama itu tidak berguna lagi.
Misalnya, apa yang diungkapkan A.N Wilson dalam bukunya, Against Religion: Wy
We Should Try To live With out It. (Melawan Agama: Mengapa kita harus
menncoba hidup tanpa agama) Tulisan ini di dasari oleh pernyataan paus yang
mengutuk sikap tidak toleran kalangan kaum komunis dan muslimin dan dikalangan
kelompok manusia yang lain. Dalam pikiranya, kutukan paus itu menggambarkan
terjadinya dilema seorang agamawan. Seorang agamawan seringkali mencela sikap sempit
dan tidak toleran pada orang lain yang ingin menganiaya, sementara mereka
sendiri mempertahankan hak untuk memaksa dan menyerang orang lain yang
menyimpang. Bahkan, ada kalangan mereka menggagap membunuh orang yang
menyimpang wajib hukumnya.
Ini diungkapkan oleh
Nurcholis Majid dengan mengambil penyebab terjadinya perang dengan motif agama.
Menurutnya, sebelum zaman industri, perang sering terjadi karena didorong oleh
rebutan harta, lanjutnya kita tidak begitu saja menilai baik bahkan mulia bahwa
perang atas nama agama lebih baik dari pada perang atas nama harta. Upamanya
kita kita berada di luar agama yang sedang berperang barang tentu kita akan
tersenyum mengejeknya karena peperangan yang terjadi antara dua agama dan bukan
agama kita, ini adalah suatu ironi dan tragedi, karena merupakan usaha saling
menghancurkan oleh dua pihak yang dalam pandangan kita sama-sama palsu.
Inilah yang disebut sebuah
dilema atau Dilema Agama, mengapa demikian, Karena pada dasarnya semua agama
mengajak kepada kebaikan. Tetapi ketika seorang semakin yakin kepada agamanya,
dan keyakinan semakin baik “orang baik“ justru semakin kuat membenarkan dirinya
untuk tidak toleran kepada orang lain, bahkan mereka merasa berhak
mengejar-ngejar orang yang tidak sefaham dengan dirinya. Ia justru menjadi
sumber keonaran.
Jika dikaitkan dengan waktu
terahkir ini, pernyataan diatas mengisyaratkan apa yang terjadi, contoh di Ambon disana sekarang terjadi peperangan konflik antara
dua pengikut agama muslim dan Nasrani. Masing-masing memproklamirkan jihad
dalam dalam mempertahankan kelompoknya, sehingga timbul dibenak kita kapan
tragedi ini berakhir. Masih banyak tragedi lain yang amat parah lagi.
Agar kita tidak jatuh pada
pemahaman yang sempit inklusif khususnya agama kita harus kembali pada penegasan
Nabi Muhammad Saw yang menyatakan bahwa sebaik-baiknya agama disisi Allah
adalah Al –hanifiyyaht al-samhah; semagat kebenaran dan lapang serta terbuka
untuk menolong manusia, jika ini dapat diterapkan maka pada tataran kehidupan
sehari, agama dapat menjadi pendorong semangat bagi setiap tindakan sosial.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari analisis pembahasan
diatas dapat tersimpul bahwa Agar kita tidak jatuh pada pemahaman yang sempit
inklusif khususnya agama kita harus kembali pada penegasan Nabi Muhammad Saw
yang menyatakan bahwa sebaik-baiknya agama disisi Allah adalah Al –hanifiyyaht
al-samhah; semangat kebenaran dan lapang serta terbuka untuk menolong manusia,
jika ini dapat diterapkan maka pada tataran kehidupan sehari, agama dapat menjadi
pendorong semangat bagi setiap tindakan sosial.
Manusia adalah mahluk
religi yang butuh terhadap suatu agama jika tanpa adanya agama taktaulah
mungkin dunia ini akan tambah aburadul ada agama saja manusia masih amburadul
apalagi tanpa agama, sekaligus agama sebagai monitoring dan filter bagi manusia
atas perilaku dalam bersosial.
B. SARAN
Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali
budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama.
Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat dikaitkan
hubungannya dengan agama dan tindakan social masyarakat dalam melestraikan
budaya. Hal ini membuktikan bahwa agama
mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari tindakan
social masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan
kebudayaannya. Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar
dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah
agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga
tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan
dengan budaya dan tindakan masyarakat akan membentuk kehidupan yang
harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Namun
sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian
seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama
tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang
datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama
tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia,
diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat
tidak tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis,
tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.H. Kahmad, Dadang,Msi, Sosiologi Agama, Bandung : Rosda Karya, 2000.
Majid, Nurcholis, Agama dan Masyarakat, dalam Manusia Indonesia, Jakarta: CV Akademika Presinndo, 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar